MAKALAH TENTANG REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN) DALAM LIMA TAHUN TERAKHIR

REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN) DALAM LIMA TAHUN TERAKHIR
  BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagai suatu rumah tangga, seperti halnya rumah tangga keluarga, Pemerintah (Rumah Tangga Negara) sama-sama membutuhkan biaya untuk membiayai kegiatan-kegiatannya. Oleh karena itu harus ada dana untuk membiayai atas kegiatan yang dilakukan. Pendapatan yang
dikumpulkan oleh suatu negara adalah dana yang akan dipergunakan untuk membiayai semua kegiatan yang akan dan sedang dilaksanakan oleh negara tersebut sehingga tujuan utama negara tercapai yaitu menciptakan masyarakat adil dan makmur. Untuk mencatat semua pendapatan dan pembiayaan yang dilakukan oleh negara diperlukan adanya suatu daftar. Daftar terperinci mengenai penerimaan dan pengeluaran suatu negara dalam jangka waktu tertentu itulah yang dinamakan dengan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), merupakan perwujudan dari usaha dan kewajiban pemerintah dalam mengolah keuangan negara. Menurut pasal 23 ayat ( 1 ) UUD 1945, menyebutkan bahwa “Anggaran pendapatan dan belanja negara adalah perwujudan dari pengolahan keuangan negara di tetapkan setiap tahun menurut UU dan  di laksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab sebesar – besarnya untuk kemakmuran rakyat”.
Anggaran pendapatan dan belanja negara ( APBN ),adalah rencana tahunan keuangan pemerintah republik ndonesia yang di setujui oleh DPR. APBN di tetapkan dengan UU. Tahun anggaran APBN meliputi masa satu tahun,mulai dari tanggal 1 januari sampai dengan 31 desember.
APBN terdiri dari :
-          Anggaran pendapatan, yang meliputi penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak dan hibah.
-          Anggaran belanja, yang di gunakan untuk keperluan penyelanggaraan tugas pemerintah pusat dan melaksanakan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
-          Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu di bayar dan/atau pengeluaran yang akan di terima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun – tahun anggaran berikutnya.
APBN mempunyai beberapa fungsi, seperti fungsi: otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus di masukan dalam APBN.Surplus penerimaan negara dapat di gunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.
B.     Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah yang akan menjadi pembahasan kami adalah:
1.      Apa yang dimaksud dengan APBN
2.      Bagaimana realisasi APBN pada tahun 2011
3.      Bagaimana realisasi APBN pada tahun 2012
4.      Bagaimana realisasi APBN pada tahun 2013
5.      Bagaimana realisasi APBN pada tahun 2014
6.      Bagaimana realisasi APBN pada tahun 2015

C.    Tujuan
Yang menjadi tujuan dalam pembahasan ini adalah agar kita dapat mengetahui realisasi APBN lima tahun terakhir (2011-2015).






















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)
Anggaran pendapatan dan belanja negara ( APBN ),merupakan perwujudan dari usaha dan kewajidan pemerintah dalam mengolah keuangan negara.Menurut pasal 23 ayat ( 1 ) UUD 1945,menyebutkan bahwa ‘’ Anggaran pendapatan dan belanja negara adalah perwujudan dari pengolahan keuangan negara,di tetapkan setiap tahun menurut UU dan  di laksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab sebesar – besarnya untuk kemakmuran rakyat’’.
Anggaran pendapatan dan belanja negara ( APBN ),adalah rencana tahunan keuangan pemerintah republik ndonesia yang di setujui oleh DPR. APBN di tetapkan dengan UU .Tahun anggaran APBN meliputi masa satu tahun,mulai dari tanggal 1 januari sampai dengan 31 desember.
APBN mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kemakmuran. Suatu negara dinilai berhasil melaksanakan pembangunan jika pertumbuhan ekonomi masyarakat cukup tinggi. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator terjadinya peningkatan pendapatan nasional suatu negara. Dan peningkatan pendapatan nasional berarti terjadi peningkatan produktivitas masyarakat.

B.     Realisasi APBN pada tahun 2011
Realisasi APBN 2011 hingga Maret 2011 lebih baik dari periode yang sama tahun lalu, dengan realisasi pendapatan negara dan hibah sebesar Rp 213 ,8 triliun, atau naik Rp 38,8 triliun dari realisasi tahun 2010 . Kenaikan juga berlaku bagi realisasi belanja negara, dengan peningkatan sebesar 13,9 persen dari tahun lalu, atau mencapai Rp 208 triliun hingga Maret 2011. "Secara umum, disampaikan bahwa realisasi APBN 2011 sampai dengan 31 Maret 2011, lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun 2010," jelas Wakil Menteri Keuangan Ani Rachmawaty, di Jakarta, Kamis ( 14/4/2011 ). 
Dari sisi pendapatan, Ani menjelaskan, penerimaan pajak 2011 mencapai Rp 213 ,8 triliun, dengan kenaikan tertinggi pada pajak perdagangan internasional yang realisasinya 22,4 persen pada tahun lalu, kini melonjak menjadi 56,5 persen tahun ini. Dengan demikian, lanjutnya, akhir Maret 2011 ada surplus anggaran sebesar Rp 5,7 triliun, di mana terjadi penurunan dibandingkan tahun lalu yang surplus mencapai Rp 18,2 triliun. "Sehingga ini posisi kita ada kelebihan pembiayaan pada tahun ini sampai 31 Maret sekitar Rp 40,2 triliun, tahun lalu sekitar Rp 48,7 triliun," jelasnya.
Kinerja perekonomian domestik yang baik juga ditunjukkan pada terangkatnya peringkat kredit Indonesia, di mana Moody's telah menaikkan peringkat kredit Indonesia dari Ba2 menjadi Ba1 pada 17 Januari lalu. Hal yang sama juga dilakukan oleh Standard & Poor's, dengan menaikkan peringkat kredit Indonesia dari BB/outlook positif menjadi BB+/outlook positif per tanggal 8 April 2011 . "Kita berharap tahun ini semester satu mudah-mudahan kita bisa memperoleh posisi tersebut (posisi Investment Grade). Artinya, ini suatu petunjuk bahwa ekonomi Indonesia dikelola dengan baik di tengah krisis di beberapa negara Eropa," tutur Ani. Dengan meningkatnya peringkat kredit Indonesia ini, maka cost of fund utang dan resiko kredit pemerintah pun akan semakin rendah.

C.    Realisasi APBN pada tahun 2012
Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri mengatakan terdapat defisit anggaran sebesar Rp 153,3 triliun setelah pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2012. "Berdasarkan realisasi pendapatan negara dan hibah serta belanja negara, terdapat defisit anggaran Rp 153,3 triliun, yang berarti mencapai 80,64 persen dari target defisit APBN-P 2012 sebesar Rp 190,10 triliun," kata Menkeu di Gedung DPR Jakarta, Selasa (9/7).
Dia mengatakan realisasi pendapatan negara dan hibah pada tahun anggaran (TA) 2012 berjumlah Rp 1.338,11 triliun, yang berarti 98,52 persen dari APBN-P 2012 sebesar Rp 1.358,20 triliun.
"Realisasi pendapatan negara dan hibah pada 2012 itu meningkat 10,53 persen dibandingkan realisasi pada 2011," katanya. Realisasi pendapatan negara dan hibah tersebut, terdiri dari penerimaan perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan penerimaan hibah. Selanjutnya, dia menyampaikan realisasi penerimaan perpajakan TA 2012 adalah Rp 980,52 triliun, yang berarti 96,49 persen dari target APBN-Perubahan 2012 sebesar Rp 1.016,24 triliun. "Penerimaan perpajakan ini terdiri dari Pajak Dalam Negeri sebesar Rp 930,86 trilium dan Pajak Perdagangan Internasional sebesar Rp49,66 triliun," jelasnya.
Realisasi PNBP 2012 berjumlah Rp 351,80 triliun atau 103,3 persen dari target APBN-P 2012 sebesar Rp 341,14 triliun. "Kenaikan BNPB itu disebabkan peningkatan realisasi PNBP dari sumber daya alam akibat naiknya harga gas dan volume penjualan barang tambang," ungkapnya.
PNBP itu, lanjut Chatib, terdiri dari penerimaan sumber daya alam Rp 225,84 triliun, bagian pemerintah atas laba BUMN Rp30,80 triliun, pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) Rp 21,70 trilun, dan PNBP lain sebesar Rp 73,46 triliun. Sementara itu, penerimaan hibah TA 2012 berjumlah Rp 5,79 triliun atau 601,35 persen lebih tinggi dari APBN-P yang hanya sebesar Rp 0,82 triliun.
Menurut Chatib, realisasi pendapatan hibah 2012 mengalami perkembangan signifikan karena meningkatnya kesadaran kementerian dan lembaga untuk melaporkan penerimaan hibah langsung, baik berupa kas, barang, maupun jasa kepada Menkeu. Kemudian, Menkeu juga menyampaikan realisasi belanja negara dalam TA 2012, yaitu berjumlah Rp 1.491,41 triliun, yang berarti mencapai 96,33 persen dari APBN-Perubahan 2012 sebesar Rp 1.548,31 triliun. "Realisasi belanja negara tersebut, kata dia, terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.010,56 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp 480,64 triliun," ujarnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, realisasi belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.010,56 triliun itu, antara lain terdiri dari belanja pegawai Rp 197,86 triliun, belanja barang Rp 140,88 triliun, belanja modal Rp 145,10 triliun, subsidi Rp 346,42 triliun, dan beberapa belanja lainnya. "Realisasi belanja pemerintah pusat pada tahun anggaran 2012 tersebut naik sebesar Rp 126,84 triliun," kata Chatib. Oleh karena itu Menkeu mengatakan realisasi pembiayaan untuk menutup defisit anggaran adalah sebesar Rp 175,16 triliun yang berasal dari sumber-sumber pembiayaan dalam negeri Rp 198,62 triliun dan pembiayaan lur negeri sebesar minus Rp 23,46 triliun. "Sehingga terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) untuk tahun anggaran 2012 sebesar Rp 21,86 triliun. Dalam pembiayaan dalam negeri itu termasuk penerimaan dari penggunaan SAL (Sisa Anggaran Lebih) sebesar Rp 56,17 triliun," jelas Chatib.

D.    Realisasi APBN pada tahun 2013
Kementerian Keuangan menyatakan realisasi belanja modal tahun 2013 mencapai 89% atau Rp171,8 triliun dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013 yang sebesar Rp192,60 triliun. Menurut Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, Askolani , realisasi belanja modal sampai dengan 31 Desember 2013 telah mengalami perbaikan, karena lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya yang hanya mencapai 82,4% dari pagu. "Kita masih rekap report dari Kementerian Lembaga (K/L), karena pengalaman kita bisa berubah setiap harinya sampai ada LKPP (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat)," ujar Askolani mengutip keterangan resmi kemenkeu, Selasa (7/1/2014).
Askolani menambahkan, realisasi belanja negara tercatat sebesar Rp1.639 triliun atau 94,9% dari pagu anggaran yang sebesar Rp1.726,20 triliun. Pada tahun anggaran 2013, terdapat 44 K/L dengan penyerapan anggaran di atas 90%. Namun demikian, masih ada beberapa permasalahan yang menyebabkan realisasi anggaran tidak mencapai target. Beberapa contohnya antara lain kehati-hatian K/L dalam pengelolaan anggaran yang menyebabkan lambatnya proses administrasi di K/L, seperti proses pelelangan, penetapan pejabat perbendaharaan serta belum siapnya pelaksana-pelaksana kegiatan di lapangan.

E.     Realisasi APBN pada tahun 2014
1.      Analisis pendapatan Negara tahun 2014
Pendapatan Indonesia dari tahun 2011 sampai tahun 2014, dilihat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), mengalami kenaikan tiap tahunnya (tahun 2011-2014), tercatat pendapatan pada tahun 2011 mencapai 1.210.599,6 milyar rupiah dan meningkat pada tahun-tahun selanjutnya, menjadi  1.358.205,0 milyar rupiah pada tahun 2012, dan 1.529.673,1 milyar rupiah pada tahun 2013, Serta pada tahun 2014  menjadi 1.667,1 Trilliun.
Dari sisi pendapatan atau penerimaan, dalam APBN 2014, target pemerintah dari segi pendapatan adalah sebesar Rp1.667,1 triliun atau tumbuh di atas 10 persen dari target 2013. Penerimaan ini terdiri dari penerimaan dalam negeri sebesar Rp1665,7 triliun dan hibah sebesar Rp1,36 triliun. Penerimaan dalam negeri utamanya masih disumbang oleh perpajakan sebesar Rp1.280,4 triliun serta pendapatan negara bukan pajak sebesar Rp385,39 triliun yang berasal dari penerimaan sumber daya alam Rp 226 trilyun, pendapatan laba BUMN Rp 40 trilyun dan PNBP lainnya Rp 94 trilyun
Kemudian Defisit anggaran disepakati sebesar Rp 175,348 triliun (1,69 persen  dari PDB) atau turun Rp 48,85 triliun (21,7%) dari APBN-P 2013 yang sebesar Rp 224,2 triliun. Pembiayaan defisit anggaran 2014 bersumber dari pembiayaan utang sebesar Rp 185,1 triliun dan pembiayaan non-utang sebesar negatif Rp 9,7 triliun. Pembiayaan utang sebagian besar dilakukan antara lain dengan penerbitan Surat Berharga Negara/SBN.
Dari sisi pengeluaran, pemerintah akan terus melanjutkan kebijakan efisiensi belanja termasuk pengurangan pos belanja yang kurang produktif seperti belanja subsidi dan biaya perjalanan dinas. Dari data diatas tadi, Perpajakan masih menjadi primadona bagi pendapatan negara, dengan lebih dari 72% penerimaan negara berasal dari sektor perpajakan. Tercatat penerimaan dari sektor perpajakan selalu meningkat tiap tahunnya sehingga menyebabkan peningkatan pendapatan negara Indonesia, pada 2011 pendapatan dari sektor pajak sebesar 873.874,0 milyar rupiah atau 72,16% dari total pendapatan negara, pada 2012 sebesar 1.016.237,3 (74,82% dari pendapatan negara) dan pada 2013 menjadi 1.192.994,1 (77,99%), serta pada tahun 2014 mengalami peningkatan yaitu sebesar 1.280,4 Trilliun (84,00%.)
Jika kita cermati lebih dalam dari rincian APBN, dapat kita temukan bahwa pendapatan dari sektor pajak paling besar diberikan oleh PPh Nonmigas. 358.026,2 milyar rupiah merupakan angka yang dihasilkan sektor ini pada tahun 2011 dan meningkat dalam beberapa tahun ke depan, yaitu menjadi sebesar 445.733,4 milyar rupiah pada tahun 2012, dan 513.509,0 milyar rupiah pada tahun 2013. Sedangkan sektor yang memberikan pendapatan paling sedikit berasal sari sektor perikanan, sektor tersebut hanya menyumbang 183,8 milyar rupiah pada 2011, 150,0 milyar rupiah pada 2012, dan 180,0 milyar rupiah pada 2013. Hal tersebut sungguh ironis dan membuat miris, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki perairan yang sangat luas, namun dalam kenyataannya hanya menghasilkan pendapatan yang bisa dibilang sangat kecil bagi negara yang memiliki perairan yang sangat luas. Hal tersebut mengindikasikan ada yang salah dalam pengelolaan sektor perikanan di Indonesia.
Nah, dengan Pendapatan yang sangat besar dari sektor perpajakan, maka sepatutnya orang-orang yang bergelut diranah perpajakan tetap mengedepankan rasa kepercayaan untuk membangun bangsa dan negara ini. Tetapi pada kenyataannya hal itu sulit diwujudkan karena masih ada oknum-oknum perpajakan yang korup.
Terlepas dari hal diatas, sebenarnya negara masih bisa mendapatkan pendapatan yang lebih besar dari sektor pajak, karena potensi pajak negara Indonesia dengan 250 juta penduduknya sangat besar, namun demikian masih sangat banyak warga negara Indonesia yang kesadarannya untuk membayar pajak minim, hal ini juga menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah, agar pendapatan yang dihasilkan dari sektor perpajakan bisa melambung tinggi jauh lebih tinggi dari pendapatan sekarang ini.

2.      Analisis belanja negara 2014
Telah disepakati bahwa Anggaran Belanja Negara tahun 2014 yaitu sebesar Rp 1.842,4 triliun yang terdiri dari anggaran belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.249,9 triliun. dan belanja pemerintah daerah sebesar Rp 592,5 trilyun. Angka tersebut naik 6,74 persen atau Rp 116,2 triliun dari APBN-P 2013 yang sebesar Rp 1.726,2 triliun.
a.       Belanja Pemerintah Pusat
Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas pembantuan). Dimana sudah ditargetkan bahwa Anggaran Belanja Pemerintah Pusat tahun 2014 adalah sebesar Rp 1.249,9 triliun. Belanja pemerintah pusat 2014 sebesar Rp 1.249,9 triliun ini meningkat 4,4 persen dibanding belanja pemerintah pusat tahun 2013 sebesar Rp1.196,8 triliun.
Kemudian dari total anggaran belanja pemerintah pusat yang sebesar Rp. 1.249,9 triliun itu, sebanyak Rp.637,841 triliun dialokasikan untuk belanja kementrian/lembaga, lalu sebanyak Rp.612,101 triliun diperuntukkan untuk bagian anggaran bendahara umum negara.
Dari jumlah Rp.637,841 triliun itu, ada 5 kementrian/lembaga yang mendapatkan anggaran paling besar yaitu:
-          Kementrian pertahanan dengan anggaran sebesar Rp. 86,376 triliun.
-          Kementrian PU dengan anggaran sebesar RP.84,148 triliun.
-          Kemendikbud dengan anggaran sebesar Rp. 80,66 triliun.
-          Kementrian agama dengan anggaran sebesar Rp.49,402 triliun, serta
-          Kementrian kesehatan dengan anggaran sebesar Rp. 46,459 triliun.
Adapun kementrian atau lembaga  dengan ABPP 2014 terendah di antaranya adalah: Dewan Ketahanan Nasional Rp 31,049 miliar, Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Rp 65,048 miliar, Ombudsman Republik Indonesia Rp 66,968 miliar, dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Rp 68,660 miliar.
Kemudian anggaran selebihnya itu diperuntukkan untuk ke 9 kementrian/lembaga lainnya. Belanja Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan menjadi:
(1)   Belanja Pegawai, Rp263,9 triliun.
(2)   Belanja Barang, Rp201,8 triliun
(3)   Belanja Modal, Rp 205,8 triliun
(4)   Belanja Utang / pembayaran bunga utang, Rp 121,2 trilyun, Rp 282,1 trilyun
(5)   Belanja Hibah, Rp1,36 triliun.
(6)   Belanja Sosial (termasuk Penanggulangan Bencana), dan Belanja Lainnya.
b.      Belanja Pemerintah Daerah
Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan. Anggaran belanja untuk pemerintah daerah pada APBN tahun 2014 adalah senilai Rp 592,5 trilyun.
Belanja Daerah meliputi:
-          Dana Bagi Hasil.
-          Dana Alokasi Umum.
-          Dana Alokasi Khusus.
-          Dana Otonomi Khusus.
Sementara itu, belanja untuk daerah menampung seluruh pengeluaran pemerintah pusat yang dialokasikan ke daerah, yang pemanfaatannya diserahkan sepenuhnya kepada daerah. Dengan adanya perubahan format dan struktur belanja negara menurut jenis belanja maka secara otomatis tidak ada lagi pemisahan antara belanja rutin dan belanja pembangunan (unified budget).
Postur APBN 2014 diarahkan untuk mengantisipasi potensi risiko ekonomi global yang penuh ketidakpastian dengan tigkat volatilitas tinggi seperti yag terjadi beberpa waktu terkahir. Untuk tahun 2013, proyeksi pertumbuhan ekonomi global diproyeksikan hanya di kisaran 3.0-3.1% atau lebih rendah dari pertumbuhan 2012 (3.2%). Perlambatan ekonomi global dikontribusikan oleh proses pemulihan negara negara maju yang masih diselimuti kehati-hatian sementara pertumbuhan negara-negara berkembang yang awalnya diharapkan dapat mendorong pemulihan global juga melambat akibat perlambatan di Tiongkok dan India.
Meskipun diprediksi lebih baik dari tahun 2013, ekonomi global 2014 masih akan terus dibayang-bayangi oleh volatilitas harga komoditas dan energi. Pertumbuhan perdagangan global juga diprediksikan mengalami perlambatan. Misalnya, pada awal September 2013, WTO kembali memangkas proyeksi pertumbuhan perdagangan global tahun ini menjadi sebesar 2.5% dari perkiraan 3.3% pada April 2013. Permintaan impor di negara-negara berkembang melambat dari perkiraan. Kondisi ini menghambat pertumbuhan ekspor negara maju dan berkembang pada paruh pertama 2013. Di samping itu Uni Eropa sebagai pengguna 30 persen barang-barang yang diperdagangan dunia masih fikus pada pemulihan ekonomi akibat krisis utang yang menekan permintaan di kawasan tersebut.
Sebagai antisipasi ketidakpastian ekonomi global, APBN 2014 disusun dengan prinsip kehati-hatian namun tetap memberikan ruang ekspansi ekonomi yang memadai. Tekanan eksternal di 2014 tentunya masih berkutat dengan stagnasi pertumbuhan zona eropa dan beberapa negara maju, realisasi pengurangan stimulus moneter oleh The Fed, dan volatilitas komoditas global. Dari dalam negeri, 2014 merupakan tahun politik penyelenggaraan pemilu. Di satu sisi belanja politik selama Pemilu 2014 akan mendorong konsumsi dan pertumbuhan ekonomi sebsar 0,5-1,0 persen. Namun hal ini hanya bisa terjadi ketika kita mampu untuk terus menjaga dan meningkatkan stabilitas politik dan keamanan. Melihat pemilu 2004 dan 2009 tentunya kita merasa optimis bahwa tahun depan kita akan mampu menjalankan pesta demokrasi dengan baik. Hal ini mengingat stabilitas politik dan keamanan merupakan prasyarat utama bagi perekonomian nasional.

F.     Realisasi APBN pada tahun 2015
Pemerintah mencatat, realisasi belanja negara (sementara) mencapai Rp 1.810 triliun atau 91,2% dari pagu dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 sebesar Rp 1.984,1 triliun, utamanya dialokasikan pada sektor produktif, khususnya infrastruktur dan program kesejahteraan sosial. "Kondisi fiskal 2015 dalam situasi yang aman sehingga stabilitas perekonomian terjaga dengan baik secara berkesinambungan," ungkap Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dalam siaran persnya yang diterima detikFinance, Minggu (3/1/2016).
Bambang menjelaskan, realisasi anggaran transfer ke Daerah dan Dana Desa (sementara) tahun 2015 mencapai Rp 623 triliun atau sebesar 93,7% dari pagu dalam APBNP 2015 sebesar Rp 664,6 triliun, di mana anggaran dana desa yang mulai dialokasikan mulai 2015 sebesar Rp 20,8 triliun telah disalurkan seluruhnya. Program dana desa ini sangat penting untuk mendorong aktivitas ekonomi di daerah dan mendukung pemerataan pembangunan.
Sementara itu, realisasi pendapatan negara (sementara) mencapai Rp 1.491,5 triliun (total penerimaan pajak, bea dan cukai, penerimaan negara bukan pajak/PNBP) atau 84,7% dari sasaran dalam APBNP 2015 sebesar Rp 1.761,6 triliun. Dari realisasi pendapatan negara tersebut, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp 1.235,8 triliun, atau 83% dari target APBNP 2015 sebesar Rp 1.489,3 triliun. Tantangan utama pada aspek penerimaan ini adalah pada perlambatan ekonomi dan perlunya meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak yang akan terus diupayakan dengan reformasi perpajakan.
Hal yang menarik, di tengah melambatnya perekonomian, secara nominal pendapatan dari PPh Non Migas mencatatkan peningkatan sehingga mencapai Rp 547,5 triliun atau tumbuh sekitar 19% jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2014. Secara keseluruhan Pajak Non Migas tumbuh sekitar 12% sebesar Rp 1.005,7 triliun, dengan demikian total penerimaan pajak gross adalah sebesar Rp 1.150 triliun (termasuk alokasi kas untuk restitusi pajak) dan total penerimaan pajak netto adalah sebesar Rp 1.055 triliun. Berdasarkan realisasi (sementara) pendapatan negara sebesar Rp 1.491,5 triliun dan belanja negara sebesar Rp 1.810,0 triliun, maka realisasi defisit anggaran dalam APBNP 2015 mencapai Rp 318,5 triliun atau 2,8% dari PDB, di bawah ketentuan maksimal 3% mengacu pada UU no 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Realisasi ini lebih tinggi dari target defisit anggaran dalam APBNP 2015 Rp 222,5 triliun (1,9% dari PDB). Dengan defisit tersebut, berimplikasi pada peningkatan realisasi pembiayaan anggaran yang mencapai Rp 329,4 triliun atau 147,3% dari target dalam APBNP 2015 sebesar Rp 222,5 triliun, realisasi pembiayaan anggaran tersebut berasal dari pembiayaan dalam negeri (neto) sebesar Rp 309,3 triliun dan pembiayaan luar negeri (neto) sebesar Rp 20,0 triliun.
Berdasarkan realisasi defisit anggaran sebesar Rp 318,5 triliun dan realisasi pembiayaan anggaran sebesar Rp 329,3 triliun, maka pelaksanaan APBNP 2015 terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) sebesar Rp 10,8 triliun. "Tentu ada rasa tidak puas dari pencapaian tersebut di atas, namun saya juga bersyukur bahwa hasil yang dicapai tersebut adalah hasil yang terbaik di tengah perlambatan ekonomi global yang berimbas kepada ekonomi domestik khususnya disebabkan oleh menurunnya harga dan permintaan komoditi dari negara mitra dagang Indonesia seperti Tiongkok dan Eropa," kata Bambang.





















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Anggaran pendapatan dan belanja negara ( APBN ),merupakan perwujudan dari usaha dan kewajidan pemerintah dalam mengolah keuangan negara.Menurut pasal 23 ayat ( 1 ) UUD 1945,menyebutkan bahwa ‘’ Anggaran pendapatan dan belanja negara adalah perwujudan dari pengolahan keuangan negara,di tetapkan setiap tahun menurut UU dan  di laksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab sebesar – besarnya untuk kemakmuran rakyat’’.
Realisasi APBN 2011 hingga Maret 2011 lebih baik dari periode yang sama tahun lalu, dengan realisasi pendapatan negara dan hibah sebesar Rp 213 ,8 triliun, atau naik Rp 38,8 triliun dari realisasi tahun 2010 . Kenaikan juga berlaku bagi realisasi belanja negara, dengan peningkatan sebesar 13,9 persen dari tahun lalu, atau mencapai Rp 208 triliun hingga Maret 2011.
Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri mengatakan terdapat defisit anggaran sebesar Rp 153,3 triliun setelah pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2012. "Berdasarkan realisasi pendapatan negara dan hibah serta belanja negara, terdapat defisit anggaran Rp 153,3 triliun, yang berarti mencapai 80,64 persen dari target defisit APBN-P 2012 sebesar Rp 190,10 triliun," kata Menkeu di Gedung DPR Jakarta
Kementerian Keuangan menyatakan realisasi belanja modal tahun 2013 mencapai 89% atau Rp171,8 triliun dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013 yang sebesar Rp192,60 triliun.
Pendapatan Indonesia dari tahun 2011 sampai tahun 2014, dilihat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), mengalami kenaikan tiap tahunnya (tahun 2011-2014), tercatat pendapatan pada tahun 2011 mencapai 1.210.599,6 milyar rupiah dan meningkat pada tahun-tahun selanjutnya, menjadi  1.358.205,0 milyar rupiah pada tahun 2012, dan 1.529.673,1 milyar rupiah pada tahun 2013, Serta pada tahun 2014  menjadi 1.667,1 Trilliun.
Pemerintah mencatat, realisasi belanja negara (sementara) mencapai Rp 1.810 triliun atau 91,2% dari pagu dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 sebesar Rp 1.984,1 triliun, utamanya dialokasikan pada sektor produktif, khususnya infrastruktur dan program kesejahteraan sosial. "Kondisi fiskal 2015 dalam situasi yang aman sehingga stabilitas perekonomian terjaga dengan baik secara berkesinambungan," ungkap Menteri Keuangan Bamban.

B.     Saran
Kepada pemerintah, silahkan kelolah dengamn baik APBN kita dan jadikanlah tujuan utama adalah demi kesejahteraan bersama terutama kesejahteraan rakyat. Kepada masyarakat Indonesia, mari kita dukung program-program pemerintah yang bersifat positif khususnya dalam rangka upaya peningkatan pendapatan Negara, contoh, ikut Amnesty pajak.








Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH LAPORAN PRAKTIKUM UNGGAS