PENDEKATAN-PENDEKATAN EKONOMI POLITIK SERTA TEORI PUBLIC CHOICE DAN RENT SEEKING


                 1. Pendekatan Ekonomi Politik Mazhab klasik/Neoklasik
Sistem ekonomi kapitalis (kapitalisme) tegak oleh empat pilar dasar yang melatarinya. Pertama, kegiatan ekonomi dalam sistem kapitalis digerakkan dan dikoordinasi oleh pasar bebas dengan instrumen harga sebagai penanda (sinyal). Jika harga dianggap melebihi biaya produksi dan margin laba, maka itu merupakan sinyal bagi pelaku ekonomi lain untuk masuk ke pasar untuk menambah persediaan (supply) barang dan jasa sehingga dapat menurunkan harga, demikian
pula sebaliknya. Kedua, setiap individu mempuyai kebebasan untuk mempunyai hak kepemilikan (property right) sebagai dasar melakukan transaksi (excange). Tanpa adanya hak kepemilikan, individu tidak akan pernah bisa mengeksekusi kegiatan ekonomi (transaksi). Ketiga, kegiatan ekonomi dipisahkan oleh tiga faktor produksi yakni pemodal (capital), tenaga kerja (labor), pemilik lahan (land). Pemilik modal memperoleh pendapatan dari laba (profit), tenaga kerja dari upah (wage), dan pemilik lahan dari sewa (rent). Kapitalisme terus berkembang hingga muncul yang disebut kapitalisme lanjut. Yang menjadi perbedaan antara kapitalisme awal dengan kapitalisme lanjut adalah pada kapitalime awal hanya ada tiga sumber daya (modal, tenaga kerja, dan tanah), sedangkan pada kapitalisme lanjut semua menjadi sumber daya temasuk kesadaran, budaya, finansial dan sebagainya. Hingga lahirlah yang dinamakan Globalisasi (ekspansi kapital). Dari sini juga hingga muncullah keinginan para kapitalis untuk menguasai seluruh instansi-instansi yang ada di seluruh dunia. Keempat, tidak ada halangan bagi pelaku ekonomi untuk masuk dan keluar pasar (free entry and exit barriers). Perbedaan yang mendasar antara mazhab klasik dan neoklasik adalah mazhab neoklasik mengguanakan analisis marginal sedangkan mazhab klasik tidak.
Pada mazhab klasik terdapat istilah self regulation-market (pasar dapat menciptakan sendiri peraturan) meskipun akhirnya ada beberapa yang menurut mazhab ini sendiri perlu campur tangan pemerintah. Kehadiran pemerintah dalam perekonomian menurut mazhab klasik ini terletak pada teori nilai dan distribusi.  Dalam kasus distribusi pendapatan, sistem ekonomi politik klasik meyakini bahwa penyelesaiannya harus menggunakan instrumen politik ketimbang proses ekonomi. Sedangkan pada ekonomi politik neoklasik, sebetulnya bertumpu pada pemahaman tentang keterbatasan pasar sebagai kelembagaan yang dapat menfasilitasi kepuasan individu. Selanjutnya, selain hak kepemilkan, terdapat tiga aspek lain yang tidak bisa diselasaikan oleh pasar, yaitu eksternalitas, monopoli/oligopoli, dan barang publik.
Deskripsi normatif dari sistem kapitalisme ini, antara lain gambaran manusia merdeka yang legal secara politis maupun ekonomi. Ada pengakuan akan kenyataan bahwa manusia bersifat merdeka. Di dalam kegiatan ekonomi, buruh menjual tenaganya kepada pemilik modal di pasar tenaga kerja dengan kontrak. Ada eksistensi pasar komoditi yang harganya ditentukan oleh mekanisme pasar dan tangan ghaib (market mechanism and invisible hand). Setiap individu bekerja dengan tujuan untuk mencari keuntungan secara maksimal karena faktor kelangkaan sumber daya.
Di dalam sistem kapitalisme, pemilikan (ownership) terletak di tangan individu yang digunakan untuk tujuannya sendiri, yakni tujuan untuk mencari keuntungan (profit). Perananan pemerintah hanya terbatas untuk melakukan kontrol dan mengikuti perkembangannya agar tidak terjadi kegagalan pasar.
Kapitalisme dalam terminologi sistem ekonomi politik didasarkan pada pemilikan individu dan keuntungan pribadi. Konsep ini tidak ada sangkut pautnya dengan eksploitasi yang sering diasosiasikan dengan modal. Eksploitasi menurut kapitalisme terjadi manakala di dalam organisasi monopoli menghasilkan harga yang eksesif atau pembayaran upah di bawah marginal revenue produt. Di dalam pasar yang sehat tidak ada eksploitasi karena setiap pelaku bertindak dengan sukarela.
Salah satu prinsip kapitalisme adalah kebebasan dalam kompetisi pasar yang sekaligus merupakan kelemahan sistem ekonomi kapitalisme. Kompetisi berkaitan dengan inefesiensi dan skala ekonomi (economic scale). Hanya pemilik modal besar saja yang potensial dan mampu hidup di dalam prinsip bebas tersebut. Kelompok ekonomi kecil dan lemah bisa tersingkir dalam sistem kapitalisme liberal seperti ini jika peerintah tidak melakukan perlindungan terhadapnya. Dengan adanya prinsip kompetisi ini maka akan tercipta kesenjangan distribusi pendapatan, dimana para pemilik modal besarlah yang akan berkuasa dan kelompok ekonomi kecil tersingkir.
              Pengangguran dapat tercipta sebagai akibat langsung dan tidak langsung dari berjalannya sistem ekonomi kapitalisme. Penggunaan mesin-mesin untuk mengefisienkan usahadapat mensibtitusi sejumlah besar tenaga kerja sehingga pengangguran sulit dihindarkan. Persaingan antara manusia dan mesin (kapital) bisa terjadi begitu saja karena alasa insentif pasar, efisiensi, dan keuntungan yang lebih besar.

     2. Pendekatan Ekonomi Politik Mazhab Keynesian
Pada pembahasan sebelumnya yaitu pada pendekatan mazhab klasik/neoklasik diketahui bahwa menurut mazhab klasik peran pemerintah hanya bisa ada dalam hal teori nilai dan distribusi dan mengakui adanya self regulation-market yang katanya tidak perlu campur tangan pemerintah. Namun menurut mazhab keynesian self regulation-market bisa saja menimbulkan masalah dimana seseorang atau pihak tertentu mengeploitasi sumber daya tertentu, karena manusia mempunyai sifat dasar yang ingin menguasai (rakus) hingga diperlukan adanya campur tangan pemerintah. Perilaku menyimpang individu merupakan keniscayaan yang ditinggalkan oleh kaum klasik/neoklasik sehingga regulasi untuk membatasi tabiat buruk manusia tidak masuk dalam hitungan. Padahal perilaku yang mencedarai etika merupakan bagian penting bagi setiap kejadian krisis ekonomi, yang menurut Keynes merupakan kepastian yang akan terus terjadi dalam sistem ekonomi kapitalis. Selanjutnya, kanibalise ekonomi tidak dipredksikan akibat kepercayaan bahwa equal access akan membuat seluruh individu mendapatkan hasil setara. Nyatanya, kepemilikan aset dan modal lebih menentukan siapa pemenang dalam pertarungan ekonomi tanpa regulasi (pasar bebas), sehingga ketimbapangan dan keterbelakangan di banyak negara merupakan fakta yang sulit dibantah.
Bagi Keynes, dalam mekanisme pasar diyakini akan terjadi kegagalan pembelian. Dengan terus membiarkan aktivitas produksi secara bebas akan menciptakan penawaran produk yang berlimpah, sehinggaa terjadi akumulasi penawaran. Pada sisi lain, dengan terus mendorong aktivitas produksi mengakibatkan daya beli masyarakat tidak kunjung meningkat. Pada titik inilah, ketidakseimbangan penawaran akan terjadi (Systeic problem). Dalam kondisi pasar seperti ini, negara walaupun diizinkan untuk masuk, namun peran yang harus dimainkan oleh negara tersebut bukan untuk memperbaiki mekanisme pasar itu. Akan tetapi lebih pada memberikan insentif kepada semua pelaku ekonomi yang terkena imbas kegagalan pasar tersebut.
Lebih lanjut, fokus utama dari ekonomi politik keynesian adalah terciptanya fokus utama stabilitas proses produksi dan pertumbuhan (stabilty of processes of reproduction and growth) yang dilakukan oleh kelompok pemodal. Fokus pemerintah lenih banyak dipakai untuk stabilisasi ekonomi dengan berkutat pada tiga area berikut, yakni memanipulasi permintaan agregat, memperkuat sektor keuangan, dan stabilisasi harga. Sebagian besar hal itu dilakukan dengan memanfaatkan kebijakan fiskal pemerintah.

      3. Pendekatan Ekonomi Politik mazhab Marxian
Mazhab marxian adalah cikal bakal munculnya paham sosialisme dan komunisme. Dalam perkembangan sejarahnya, pemikiran sosialime sering bersinggunagn dengan komunisme. Mazhab yang banyak mengkritisi mazhab klasik adalah mazhab marxian. S. alah satu yang menjadi kritikannya adalah tentang pemberian upah kepeda tenaga kerja. Pemberian upah tenaga kerja pada mazhab klasik bersifat konstan (tetap) meskipun perusahaan mengalami surplus.
Ekonomi politik Marxian merupakan kritik terhadap sistem ekonomi pasar (kapitalisme). Pilar kelembagaan kapitalisme tersebut diangap oleh Karl Marx sangat ekploitatif karena menempatkan tenaga kerja subordinat berhadapan dengan pemilik modal. Dalam sistem ekonomi klasik (kapitalisme) ada dua prinsip yang mereka pegang yaitu maksimalisasi keuntungan dan optimalisasi sumber daya dan lebih lanjut dalam sistem kapitalisme salah satu sumber daya adalah tenaga kerja yang pemberian upahnya tetap meski ada perusahaan tertentu mengalami surplus, ini merupakan salah satu bahan kritikan sistem ekonomi marxian.
Ekonomi kelembagaan sistem ekonomi sosialis hanya didasarkan pada dua prinsip berikut. Pertama, negara menyiapkan seluruh regulasi yang diperlukan untuk menggerakkan kegiatan ekonomi, seperti investasi, dari mulai proses perencanaan, operasionalisasi, pengawasan, sampai ke evaluasi. Kedua, agenda ekonomi politik dikerjakan lewat cara yang lebih lunak, yakni pekerja berpartisipasi dalam kelompok-kelompok kepentingan, partai politik, atau mengikuti pemilihan legislatif. Tujuan dari model ini adalah kelompok buruh dapat mengakses institusi politik sehingga turut dalam proses pengambilan keputusan/kebijakan.
              Dalam mazhab marxian dikenal ada dua nilai pada suatu komoditi, yatu nilai guna dan nila tukar. Nilai guna setiap komoditi bisa saja berbeda meskipun jenisnya sama, tergantung kebutuhan dari orang yang mengkonsumsinya. Contoh, jika orang sedang mengalami kehausan tentunya membutuhkan air untuk minum namun, jika tersedia 3 gelas air, maka nilai air pada gelas pertama berbeda dengan nilai air pada gelas kedua begitupun nilai air pada gelas kedua idak sama dengan nilai air pada gelas ketiga. Nilai guna air pada gelas pertama lebih banyak dari pada dua gelas setelahnya. Dalam buku Karl Marx yang berjudul “KAPITAL sebuah kritik ekonomi politik” dijelaskan bahwa “hanya tindakan pertukaran yang dapat membuktikan bahwa kerja itu berguna bagi orang lain, karenanya dapat memenuhi kebutuhan orang lain”. Maksudnya bahwa kinerja dari labor hanya dapat dilihat dari nilai tukar dari sebuah komoditi yang dihasilkannya. 

        4. PUBLIC CHOICE THEORY
James Buchanan adalah seorang ekonom pemenang hadiah nobel yang mempelopori lahirnya perspektif atau teori pilihan publik (public choice). Sampai sekarang, teori ini terus berkembang dan semakin menjadi bahan perdebadatan di kalangan ekonom, bahkan di antara banyak ahli ilmu politik dan ilmuan sosial lainnya. Cara pandang ini yang kemudian diikuti oleh banyak ahli lainnya dan kemudian banyak memunculkan mazhab baru yang dapat digolongkan ke dalam kategori ilmu ekonomi politik baru (the new political economy) atau ilmu ekonomi rasional (rational choice).  
Apa yang dimaksud dengan teori public choice? Menurut Staniland1 , teori public choice (pilihan publik) adalah salah satu cabang ilmu ekonomi yang mempelajari bagaimana pemerintah membuat keputusan yang terkait dengan kepentingan publik (masyarakat). Lebih jelas, Staniland mendefenisikan teori public choice sebagai berikut: “public choice theory asks ‘how, ‘what’, and ‘for whom’ of the public sectors just as supply and demand theory examines choices for the private sectors”.
Batasan yang lebih sederhana dikemukakan oleh Caporaso & Levine2 , yang mengartikan public choice sebagai penerapan metodemotede ekonomi terhadap politik. Batasan tersebut sejalan dengan pendapat Buchanan3 yang mengatakan bahwa teori public choice menggunakan alat-alat atau metode yang telah dikembangkan ke dalam teori-teori ekonomi dan diaplikasikan ke sektor politik (pemerintah, ilmu politik, dan ekonomi publik).
Public choice adalah penerapan metode-metode ekonom terhadap bidang politik dengan dua masalah pokok, yaitu (a) masalah tindakan kolektif (collective action), dan (b) masalah agresi prferensi. Public choice adalah sebuah prespektif untuk bidang sosial politik yang muncul dari pengembangan dan penerapan perangkat dan metode ilmu ekonomi. Teori pilihan publik ini berguna untu menjelaskan proses pengambian keputusan kolektif dan berbagai fenomena nonpasar (nonmarket phenomena).
Teori pilihan publik ini menjadi berkembang karena adanya kenyataan akan gagalnya teori-teori ekonomi konvensional untuk memetakan dan mencari persoalan-persoalan ekonomi. Banyak kebijakan yang bersumber dari pendekatan ekonomi konvensional gagal merampungkan masalah yang mengemuka, bahkan bukannya masalah-masalah yang ada itu terselesaikan malahan menambah kerumitan dari masalah yang ada, maka muncullah teori pilihan publik  untuk memberikan alternatif pemecahan.
Teori pilihan publik melihat akto-aktor individu sebagai pusat kajian, entah mereka itu sebagai anggota partai politik, kelompok-kelompok kepentingan, atau birokrasi; baik yang berkuasa karena dipilih (elected) maupun yang ditunjuk (appointed). Teori pilihan publik ini mendeskripsikan bahwa “secara tipikal ahli ekonomi politik melihat politik dalam wujud demokrasi, yang memberi ruang untuk saling melakukan pertukaran diantara masyarakat, partai politik, pemerintah, dan birokrat”.

Pendekatan ilmu ekonomi dan pilihan publik
VARIABLE
EKONOMI KLASIK
PUBLIC CHOICE
Supplier
Produsen, Pengusaha, Distribur
Politisi, Parpol, Birokrasi Pemerintah
Demander
Konsumen
Pemilih (Voters)
Jenis Barang
Barang Individu (Privat Goods)
Barang Publik (Public Choice)
  
      5. RENT-SEEKING

Teori Rent-Seeking pertama kali diperkenalkan oleh Krueger (1974), yang kemudia dikembangkan oleh Bhagwati (1982) dan Srinivasan (1991).  Regulasi ekonomi yang sehat dan proporsional merupakan barang langka. Bahkan tidak sedikit kelompok kepentingan yang menggunakan kekuatan regulasi tersebut untuk memburu rente. Akhirnya, banyak sekali kasus-kasus ketidakadilan mengemuka dihadapan publik. Keadilan ekonomi akhirnya menjadi barang yang sangat meah bagi kebanyakan masyarakat karena kehadiran kelembagaan yang mengaturnya.
Konsep Rent-Seeking dalam teori ekonomi klasik tidak dimaknai secara negatif sebagai kegiatan ekonomi yang menimbulkan kerugian bahkan bisa berarti positif karena individu (kelompok) bisa memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang legal (sah), seperti menyewakan tanah, modal (mesin), dan lain-lain. Dalam kategori ini, pendapatan yang diperoleh melalui penyewaan (rent) serta dengan pendapatan yang dipelopori individu karena menanamkan modalnya (profit) maupun menjual tenaga dan jasanya (upah).
Dalam kacamata ekonomi politik, Rent-Seeking dipandang negatif. Asumsinya adalah setiap kelompok kepentinga (self-interest) berupaya untuk mendapatkan keuntungan ekonomi yang sebesar-besarnya dengan upaya (effort) yang sekecil-sekecilnya. Pada titik inilah, seluruh sumber daya ekonomi politik, seperti lobi, akan ditempuh dengan menggapai tujuan tersebut. Persoalanya adalah, jika produk dari lobi tersebut berupa kebijakan, maka implikasi yang muncul bisa sangat besar.
Kegiatan mencari rente (rent-seeking) bisa didefinisikan sebagai upaya individual atau kelompok untuk meningkatkan pendapatan melalui pemanfaatan regulasi pemerintah. Kelompok-kelompok bisnis dan perseorangan (individu) mencari rente ekonomi ketikamereka menggunakan kekuasaan pemerintah untuk menghambat penawaran dan peningkatan permintaan sumber daya yang dimiliki.

SUMBER :
1.       Yustika, ahmad Erani. 2014. Ekonomi Politik Kajian Teoritis dan Analisis Empiris. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
2.       Rachbini, Didik J. 2006. Ekonomi Politik dan Pilihan Publik. Jakarta: Ghalia Indonesia.
3.       Arifin, Bustani dan Didik J. Rachbini.  Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik. Jakarta: PT. Grasindo.
4.       Maani, Karjuni Dt.. 2013. Pergulatan Antara Ekonomi Dan Politik Dalam Perspektif Public Choice. Padang: Tingkap. Vol. IX No. 2
5.       Marx, Karl. 1959. Kapital Sebuah Kritik Ekonomi Politik. Moscow: Foreign Lenguages Publishing House.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH LAPORAN PRAKTIKUM UNGGAS